Klik Disini
BREAKING

Sunday 17 January 2016

Momentum Maulid Nabi: From “Country” for the Last Prophet


Oleh Latif Fianto

Saya mengetik tulisan sederhana ini tidak dalam keadaan bercanda, mabuk, apalagi dalam keadaan lelap. Tulisan ini berawal dari ide sederhana yang menggeliat tumbuh di kepala saat saya berada di kamar mandi. Sekiranya bisa, jangan berpikir yang macam-macam mengenai apa yang saya lakukan di kamar mandi. Saya tidak sedang buang hajat, apalagi menikahi kelamin sendiri. Yang pasti, ide itu mengenai momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Country.

Kenapa ide tersebut harus muncul di kamar mandi? Barangkali ada beberapa teman bertanya demikian. Saya menggunakan term “teman” agar tidak terlalu kentara bahwa saya sendiri yang bertanya seperti itu. Kenapa ide itu tidak muncul ketika sedang berada di masjid atau sedang berdzikir kepada Allah? Bukankah itu sebuah bentuk penghinaan terhadap organisasi gerakan terbesar di Indonesia ini dengan 200 lebih cabang yang sudah berdiri? Tentu akan lain ceritanya bila ide itu muncul di masjid, yakni rumah Allah.
Kalau pertanyaan itu benar-benar diajukan, sudah barang tentu saya menyiapkan jawaban paling bijak yang bisa saya berikan. Hehe..

Pertama, ketika sedang berada di kamar mandi, ide-ide seperti timbul tenggelam berebut ingin keluar. Betulkah demikian? Jawabannya tak perlu diutarakan. Cukup rasakan, dan kalau memang benar, tidak menjadi persoalan untuk diakui. Ketika berada di kamar mandi, banyak di antara kita terjebak pada perenungan yang dalam dan panjang. Tentu yang lelaki tidak merenungkan apalagi membayangkan tubuh Selena Gomes atau Ariel Tatum yang aduhai, sementara yang perempuan tidak sedang membayangkan ketampanan Muhammad Al Ghazali atau Steven William, dua pemuda tampan yang saat ini sedang mencapai puncak popularitas dan menjadi idola kaum perempuan.

Kedua, sebab kalau di masjid atau sedang keadaan berdzikir, berarti kita sedang melakukan komunikasi intim dengan Allah. Dalam kondisi demikian, kita tidak mungkin merenung atau memikirkan ide apa yang akan ditulis. Hal itu hanya akan menyebabkan hubungan kita dengan Allah retak. Kalau tidak percaya, mari kita perhatikan penjelasan Ach. Dhofir Zuhry, penulis buku Filsafat Timur. Ia mengatakan kurang lebih begini, bila engkau sedang menghadap Allah, berdzikir atau sedang berdoa, jauhkanlah urusan duniamu. Acuhkan dulu smartphone, BlackBerryMessenger, WhatsApp, twitter dan sejenisnya. Menyatulah dengan Allah, seluruh konsentrasi harus terpusat kepada-Nya agar doa dan taubatmu diterima.

Saya menulis ini bukan maksud hendak mengganti atau melanjutkan estafet perjuangan dakwah para ustadz. Tapi, kalau ternyata Allah menghendaki demikian, sebenarnya tidak terlalu menjadi persoalan. Hanya saja saya sanksi. Di negeri ini sudah banyak para penceramah – saya enggan menyebutnya ustadz amplop, ustad kamera, yang kalau tidak lucu dan unik tidak akan laku. Kita tidak sedang butuh para orator, penceramah, yang hanya manis di bibir tapi kosong dalam perbuatan. Kita sedang butuh suri tauladan yang baik. Teringat sabda nabi Muhammad SAW, Saya diutus ke muka bumi ini semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlak

Menyinggung soal Nabi, baiklah, kita masuk pada inti tulisan ini. Selama tiga minggu berturut-turut, peringatan Maulid Nabi begitu ramai di lingkungan PMII Country. Minggu pertama, kegiatan tersebut digelar Rayon Ad-Dakhil Fisip. Yang didaulat menjadi penceramah adalah Ustad Khairul Anam, penceramah yang seringkali mengisi khutbah Jum'at di masjid Baitul Jannah, aktivis PMII Country lebih akrab menyebutnya "Masjid Mulkan". Acara itu dilanjutkan dengan pawai shalawat, melebur dengan warga. Ini sedikit lebih keren karena mampu menghadirkan warga sekitar. Apakah benar demikian? Dan seharusnya itu yang perlu dilakukan PMII ke depan. Melebur bersama masyarakat, bukan malah menjadi organisasi elit yang lupa pada masyarakat bawah.

Minggu kedua, kegiatan serupa diadakan oleh kerjasama dua lembaga, yaitu Rayon Revolusi Fakultas Ekonomi dengan Rayon Nusantara, gabunganFakultas Keperawatan, Pertanian dan Teknik. Penceramah yang dihadirkan adalah Ach Dhofir Zuhry, penulis yang sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Al Farabi, Kepanjen Malang.

Minggu ketiga, kegiatan dengan kemasan serupa digelar oleh Pengurus Komisariat PMII Country. Penceramahnya adalah Ustad Tamimullah. Sebagian orang mengenalnya sebagai ustad cinta, atau ustad yang gemar sekali mempropaganda keindahan poligami. Pada pembahasan ini, saya yakin ada banyak perempuan yang tidak terlalu suka membacanya. Daripada harus dipoligami, mending jadi perawan tua seumur hidup, kira-kira begitu hal yang mesti terlontar dari bibir manis setiap perempuan.

Sebagai seseorang yang sudah hengkang dari pergulatan keorganisasian di ranah Komisariat ke bawah, saya melihat ada kemajuan signifikan. Paling tidak, secara fisik, kegiatan-kegiatan keagamaan mulai banyak digelar, meski sebenarnya lebih dipengaruhi oleh momentum. Meminjam bahasa Ach Dhofir, ini adalah political commitment. Sebagai orang islam, apalagi berada di bawah naungan Ahlussunnah Wal Jamaah, sangat tidak elok sekali bila tidak menggelar peringatan Maulid Nabi. Oleh sebab itu, dalam satu momentum, ada tiga kali kegiatan sejenis yang secara kemasan tak jauh berbeda satu sama lain. Dipandang dari motif political commitment, ini adalah pertarungan eksistensi – kalau tidak mau dibilang pertarungan menjaga gengsi.

Selain daripada itu, tiga kegiatan tersebut bisa ditilik dari motif lainnya, yaitu intelektual commitment. Selain ditengarai ada pertarungan eksistensi, kegiatan tersebut tentu mengarah pada peningkatan kapasitas dan ketajaman intelektualitas. Sebab, pada zaman digital ini, acapkali kita lupa untuk menajamkan kecerdasan intelektual. Kita lebih banyak menenggelamkan diri dalam urusan percintaan, tidur, main playstation, atau yang paling keren sedikit main COC, katanya melatih kemampuan politis dalam meramu serangan dan bertahan.

Motif terakhir, ini lebih agamis dan sakral, yaitu spiritual commitment. Kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tentu paling mulia bila diniatkan untuk membuktikan kecintaan kita kepada Nabi. Menambah wawasan keagamaan dan semakin mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Cinta kepada Nabi ibarat jatuh cinta kepada kekasih. Bibir selalu basah menyebut-nyebut namanya. Hati selalu cenderung mengingatnya.

Dengan demikian, semoga kita tidak sekadar terjebak pada ritual-ritual keagamaan tahunan. Dengan kegiatan tersebut digelar di masjid, mushallah dan tempat-tempat umum lainnya, berarti kader PMII telah memiliki kesadaran untuk hidup berdampingan dengan masyarakat. Tugas kuliah, manajemen kaderisasi, mempertajam pisau analisis kader memang penting dan perlu. Tapi ingat, PMII memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan kontribusi positif pada  masyarakat di sekelilingnya.

Keberadaan kegiatan sudah cukup untuk membuktikan bahwa PMII masih ada atau exist. Namun, keberadaan PMII di tengah-tengah masyarakat tidak cukup kalau hanya berhenti pada level ada. Ia harus menaikkan levelnya pada yang lebih tinggi, yakni “mengada”. Meminjam bahasa K.H. Toto Tasmara, “mengada” di sini berarti secara aktif dan bertanggungjawab melakukan perbaikan-perbaikan untuk menuju derajat yang lebih tinggi, baik secara batini ruhaniah maupun secara lahiri wujudiah.

Selebihnya, mari bangun dan lestarikan budaya ilmiah di lingkungan kita. Kata Imam Az-Zarnuji, pengarang kitab Ta’limul Muta’allim – Ach Dhofir Zuhry menyebutnya profesor pendidikan – , Belajarlah!  Sebab tak ada manusia yang terlahir pandai.


Latif Fianto, lahir di Sumenep, pecinta buku, menulis cerpen dan esai, sekarang tinggal di Malang bergiat di Komunitas Sastra Malam Reboan.

About ""

Terimakasih Sudah Berkunjung di JAWATIMURPOST, Kritik dan Saran Kami sangat Mengharapkan. Jika Informasi Yang Kami Sajikan Memuaskan Anda, Shere And Like Link Website dan Fans Page Kami, Ok!!.

Post a Comment

 
Copyright © 2013 JAWA TIMUR POST
Design by FBTemplates | Distributed by Kaizentemplate.